Dahulu kala, di suatu kerajaan hiduplah
seorang menteri yang bijaksana, menteri tersebut menjadi orang terdekat raja
yang selalu menjadi pendampingnya disetiap kesempatan. Setiap raja tertimpa permasalahan, menteri
tersebut selalu berucap kepada raja;
“Mungkin ini adalah yang terbaik”.
Pada suatu kesempatan, karena suatu
kecelakaan salah satu jari tangan raja terputus kemudian menteri tersebut
kembali berucap; “Mungkin ini adalah yang terbaik”, seketika itu sang raja
marah besar, kemudian raja berkata; “Apa yang kau maksud yang terbaik itu?!!”,
dengan perasaan jengkel (karena merasa dilecehkan), raja memerintahkan
pasukannya untuk memenjarakan menteri tersebut. Dengan tenang menteri tersebut
kembali berucap; “Mungkin ini yang terbaik”. Dan dikurunglah menteri tersebut
dalam penjara dalam waktu yang cukup lama.
Pada suatu hari ketika raja pergi untuk
berburu, karena saking semangatnya untuk mengejar hewan buruannya, raja memacu
kencang tunggangannya sehingga para pengawalnya tertinggal jauh olehnya,
sehingga sampailah raja tersebut seorang diri jauh dari para pengawalnya pada
suatu tempat yang terdapat sekelompok orang-orang yang menyembah berhala.
Karena raja tersebut tinggal seorang diri, ditawannlah beliau oleh para
penyembah berhala tersebut yang nantinya akan dijadikan sebagai tumbal
persembahan kepada berhala yang mereka sembah.
Tetapi setelah para penyembah berhala itu
tau bahwa tawanannya tersebut memiliki cacat yaitu terpotong salah satu
jarinya, serta merta mereka melepaskan raja tersebut dan meninggalkannya karena
dianggap cacat dan tidak pantas untuk persembahan.
Dengan perasaan gembira luar biasa karena
selamat dan tidak jadi dijadikan tumbal persembahan, raja tersebut memacu
tunggangannya dengan sekencang mungkin untuk kembali ke kerajaannya. Setelah
sampai di kerajaannya, hal pertama kali yang dilakukan oleh raja adalah
memerintahkan pengawalnya untuk membebaskan sang menteri dari dalam penjara dan
kemudian diantarkan menuju hadapan raja.
Setelah menteri tersebut sampai di
hadapan raja, dengan sepenuh hati sang raja memohon maaf kepada menteri atas
perbuatannya yang telah memenjarakan menteri tersebut dengan sewenang-wenang.
Setelah meminta maaf, kemudian sang raja berkata; “Sekarang aku baru mengerti
dan merasakan atas hikmah kebaikan dari terpotongnya salah satu jariku, seperti
yang kau katakana dulu.. Alhamdulillah”.
Kemudian raja melanjutkan; “Yang masih
menjadi pertanyaanku sekarang, apa maksud kebaikan yang kau katakan ketika aku
perintahkan pengawalku untuk memenjarakanmu dulu?”
Dengan tenang menteri tersebut menjawab;
“Jika saja paduka tidak memenjarakanku waktu itu, mungkin saat ini saya tidak
bisa lagi berdiri di hadapan paduka, karena mungkin saya sudah mati dijadikan
tumbal persembahan untuk menggantikan paduka. Hal itu disebabkan karena saya
tidak mempunyai cacat fisik dan yang seperti paduka ketahui, dulu saya
menyertai paduka kemanapun paduka pergi”.
“Oleh karena itu paduka….marilah kita
selalu berprasangka baik kepada Allah Ta’ala, bahwa apapun yang ditakdirkan-Nya
kepada kita semua pasti mengandung kebaikan yang mungkin tidak bisa kita
pahami”.
“Allah Ta’ala berfirman; ‘Ssesungguhnya Aku sesuai dengan apa yang
dipersangkakan hamba-Ku kepada-Ku’.”
(HR. Muslim)
Dikutip dari buku
“Lakukanlah 5 Hal, Setelah itu Lakukan Dosa Sesukamu”.